Pages

Monday, October 18, 2010

Fun Trivia: AC Milan



The official club colours of AC Milan are red and which other colour?
Black. The official story states the reason behind this: "Red like hell, and black to scare the enemy".

What was the Milan's home stadium called in 2000?
Stadio Giuseppe Meazza. Stadio Giuseppe Meazza is also knows as the San Siro, and was built in 1926. Stadio Delle Alpi is in Turin, Stadio Ferraris in Genoa and Stadio Olimpico is in Rome.

In what year were Milan founded?
1899. More than 100 years of glory.

Official story of AC MILAN says that the club was founded on the 16th of what?
December. The documents about it are quite confusing. Someone says it was december 16, someone the 18...

At the very beginning, football was NOT the only sport played by AC MILAN.
t. The original name of the club was "Milan Football and Cricket club".

Why did the founders chose the name "Milan" for the club?
Because they were British, and "Milan" is the English name of Milano. Six British people decided to found a club to improve the game of football in Milano, and a legend was born.

The traditional symbol of AC Milan is a red what?
Devil. Legend has it that the symbol was chosen to show the intolerance of the founders who were protestants, against the influence of the Catholic Church in Italy.

When did AC Milan win their first League title?
1901/02. At those times, because of in Italy there were just 4-5 football clubs, the Italian title was assigned after just 3-4 matches!

AC Milan was the first Italian club to win the European Cup in what year?
1963. The game was played at Wembley Stadium, London, England against Benfica. AC Milan won 3-1.

In Italy, after the victory of ten national titles, a club is allowed to add a small yellow star to its badge. AC MILAN got "the star" on:
1978/79. It was the last season of Gianni Rivera's career.

Who was the first legendary captain of AC MILAN?
Herbert Kilpin. He was one of the founders. Legend (more than history) says that he decided the colors, the simbol and the name of the club. It's nickname was "Lord" and he's considered proudly one of the "fathers founders" of football in Italy.

The most famous coach of AC MILAN was nicknamed "el paron". His real name was what?
Nereo Rocco. As coach he won three Italian titles, and the UEFA Champions Cup. The name, translated by dialect means "the boss"!

Which one of these Italian players never played for AC Milan?
Roberto Bettega. Bettega played in Juventus Turin throughout his career.

Rivals, FC Inter Milan, were founded by a group of dissidents of AC Milan.
t. This happened in 1908.

How many European Cups did AC Milan win in the 20th century?
5. The years were 1963, 1969, 1989, 1990 and 1994.

How many European Cups' finals did AC Milan play in the 20th century?
8. AC MILAN lost the final on 1957/58 (Real Madrid), 1992/93 (Olympic Marseille) and 1994/95 (Ajax Amsterdam).

On April 18, 1989, Milan won one of the most remarkable victories in the history of the club by beating Real Madrid in the European Cup semi-final. What was the score?
5-0. The scorers were: Carlo Ancelotti, Ruud Gullit(2), Marco Van Basten and Roberto Donadoni.

In 1990 Milan won their fourth European Cup against Benfica. Who scored the winning goal of the match?
Frank Rijkaard. This was the only goal of the game.

In 1989, AC MILAN won its second Intercontinental Cup against Atletico National de Medellin. Who scored the winning goal of the match?
Alberigo Evani. Also in this game, this was the only goal.

Arrigo Sacchi was Milan coach for how many years?
5. He was manager between seasons 1988-91 and, again, on 1997

(Source: http://www.funtrivia.com/en/subtopics/Forza-Milan-105559.html)

Mengapa Menerapkan Konsep Knowledge Management

Penerapan konsep knowledge management sebagai implementasi yang efektif di suatu organisasi adalah inovasi yang akan mendukung kelestarian dan berdaya saing organisasi tersebut. Inovasi dalam produk dan layanan perusahaan menjadi pemicu utamanya. Bagaimana perusahaan akan dapat berinovasi apabila tidak didukung oleh pengetahuan yang dimilikinya. Menciptakan suatu organizational learning, yang bertujuan untuk saling berbagi dan belajar untuk kemajuan bersama. Contoh hasilnya adalah swot analysis, menentukan pesaing dan trend pasar. Hasil-hasil tersebut hanya dapat dilakukan bersama dengan menggunakan pengetahuan bersama. Kesemuanya ini sebenarnya bertujuan untuk membangun core competences yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Bagi karyawan, pola hubungan antar elemen menjadi pemicu mengapa penerapan knowledge management menjadi kebutuhan bagi perusahaan. Karyawan akan dapat mempelajari dan menerapkan serta menjalin hubungan yang baik antar sesame karyawan dan kepada pihak luar melalui pengetahuan yang diperbagikan di dalam knowledge management. Pengetahuan ini akan diolah untuk dapat memahami kebutuhan, perilaku dan hambatan baik ke dalam maupun ke luar dari organisasi. Selain itu mobilitas karyawan juga dapat ditingkatkan melalui pengetahuan-pengetahuan yang diperbagikan dan dipelajari di dalamnya.

Pemanfaatan infrastruktur secara regional dan global seperti internet dan intranet menjadi salah satu alasan penerapa knowledge management. Efisiensi dalam menyimpan dan agar lebih mudah ditelusuri kembali pengetahuan yang sudah terakumulasi juga perlu digaris bawahi dari segi infrastruktur. Mengapa infrastruktur seperti ini tidak dimaksimalkan dan sudah jelas untungnya bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri.

Dalam suatu organisasi yang telah menerapkan knowledge management dan organizational learning memungkinkan terjadinya suatu pengetahuan baru karena terjadinya forum atau linkage antar karyawan baik atasan maupun bawahan, pengguna produk atau layanan, rekanan dan industri dimana perusahaan ini terlibat sehingga terjadi proses sosialisasi dari tacit ke tacit. Selain itu juga terjadi proses articulation yaitu konversi dari tacit ke explicit, serta proses internalization yaitu konversi dari explicit ke tacit.

Metodologi Managing Organizational Change

Metodologi Managing Organizational Change (MOC) adalah satu penerapan dari satu set prosedur terstruktur dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan tahapan proses perubahan. Disiplin ini tidak terfokus pada apa yang akan dirubah.

Arsitektur pelaksanaan MOC terdiri dari pendekatan disiplin dan terstruktur dalam melaksanakan proyek-proyek perubahan yang besar dalam organisasi. Arsitektur ini dibuat untuk tujuh bidang penting dari aplikasi yang biasanya menjadi sumber kegagalan implementasi ketika diabaikan atau tidak dilengkapi dan ditujukan untuk memperjelas parameter proyek, mengkomunikasikan proyek yang dilakukan ke seluruh bagian dari organisasi, mendiagnosa variable penting, merencanakan proyek berdasarkan hasil diagnosa, implementasi, memonitor pelaksanaan, dan mengevaluasi hasil pengimplementasian.

Penjelasan lebih lanjut akan metodologi ini dapat ditemukan dalam buku Project Change Management: Applying Change Management to Improvement Projects, karangan dari H. James Harrington, Daryl R. Corner dan Nicholas L. Horney.

Rummler-Brache Methodology

Lebih dari 30 tahun, metodologi Rummler-Brache telah diterapkan pada banyak proyek mulai dari perbaikan proses tambahan sampai transformasi fungsi secara keseluruhan, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Dalam buku mereka di tahun 1990, Improving Processes, Geary Rummler dan Alan Brache mendefinisikan pendekatan yang komprehensif untuk mengatur seluruh proses di dalam perusahaan, mengelola dan mengukur proses dan mendefinisikan kembali proses.  Metode pendekatan sistematis terhadap perubahan bisnis proses ini menjadi sangat dikenal dan ide-ide yang dituangkan pada buku tersebut memberikan pengaruh yang besar kepada pendekatan-pendekatan lain yang masih kurang komprehensif. Ini adalah pendekatan dimana setiap orang di berbagai jenis organisasi atau fungsi dalam organisasi apapun dapat dengan mudah memahaminya, karena pendekatan ini mencerminkan cara kerja yang benar dan bagaimana perubahan dilakukan.

Metodologi Rummler-Brache merupakan pendorong yang sangat kuat dalam meningkatkan kinerja organisasi karena terfokus pada satu atau lebih masalah bisnis yang kritis danterintegrasi dengan seluruh bagian organisasi, proses dan tingkatan kinerja pekerjaan. Metodologi ini juga membawa setiap orang, ukuran kinerja dan proses ke tingkat yang tertinggi dari strategi bisnis sehingga menjadi strategis bagi organisasi.Metodologi ini sangatkomprehensif dan meliputi semua dimensi analisa perubahan, desain, dan implementasi serta praktis karena menggunakan perangkat yang mudah dipelajari.

Metodologi Rummler-Brache didasari pada dua konsep inti, yaitu:
1. Tiga Tingkatan Kinerja atau The Three Levels of Performance, terdiri dari organisasi, proses dan pelaku. Ketiga hal ini sangat penting bagi organisasi dalam memberikan efek pada perubahan. Kegagalan dalam menjelaskan keterkaitan tingkatan tersebut adalah faktor utama kegagalan pada implementasi.

2. Tiga Dimensi Kinerja atau The Three Performance Dimensions, terdiri dari tujuan, rancangan dan manajemen. Memiliki tujan yang jelas di tiap tingkatan akan menentukan hasil yang diinginkan, rancangan yang tepat akan memaksimalkan efisiensi pekerjaan dan system manajemen yang baik di tiap tingkatan tentunya akan membuat organisasi dapat terus bertahan dan beradaptasi dengan tiap perubahan di dalam lingkungan bisnis. Kegagalan pada salah satu dimensi ini akan membuat masalah pada kinerja organisasi.

Keuntungan utama dari penerapan metodologi Rummler-Brache adalah:

  • Metodologi ini sudah diakui di seluruh dunia sebagai standar industry.
  • Secara langsung menhubungkan penggerakan strategi bisnis dan pencapaian tujuan.
  • Fokus pada identifikasi dan resolusi dari masalah bisnis yang kritis.
  • Dapat digunakan pada peningkatan tambahan ataupun pada transformasi besar.
  • Secara luas mengalamatkan dan menghubungkan seluruh tiga tingkatan kinerja (organisasi, proses, dan pelaksana).
  • Menggabungkan tiga dimensi analisa perubahan yang efektif, rancangan dan implementasi.
  • Menggunakan perangkat yang praktis dan user-friendly.
  • Menyediakan pedoman dalam merancang atau merancang ulang proses dan manajemen proses yang sedang berjalan.


(Source: http://www.rummlerbrache.com/methodology)

Business Process Automation / Otomatisasi Proses Bisnis

Banyak perusahaan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengoptimisasi proses bisnis yang dimilikinya, tapi mereka kadang masih membangun solusi dengan sistem yang tidak terintegrasi. Sistem tersebut terpisah berdasarkan unit kerja maupun berdasarkan proses bisnis. Hal ini akan menjadi halangan ketika suatu proses membutuhkan kolaborasi dengan proses lain untuk dapat menyelesaikan jalannya proses tersebut. Manajemen Proses Bisnis (BPM) adalah solusi yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengelola proses bisnis yang mereka miliki. Dengan BPM perusahaan dapat dengan mudah memodelkan dan mengubah proses bisnis sesuai kebutuhan agar dapat dioptimisasi, yang pada akhirnya akan mengurangi ongkos produksi, meningkatkan efisiensi karyawan, meningkatkan kepuasan pelanggan, memperbaiki hubungan dengan partner bisnis, dan pada akhirnya adalah meningkatkan keuntungan perusahaan.

Otomatisasi proses bisnis merupakan kaitan berbagai komponen dalam menangani bisnis; mulai dari input hingga distribusi dengan memanfaatkan bantuan teknologi secara optimal dan campur tangan manusia secara minimal. Dengan demikian akan membuat proses bisnis perusahaan menjadi lebih efektif dan efisien digunakan dan dikelola. Pada akhirnya perusahaan dapat meletakkan landasan yang kuat untuk integrasi bisnis sehingga perusahaan mampu berkompetisi dengan lebih baik lagi.

Dalam melakukan perubahan diperlukan satu metodologi yang cocok dengan perusahaan. Dibutuhkan kejelian dalam memilih metodologi untuk mengembangkan proses bisnis yang sudah ada. Business Process Automation (BPA) atau Otomasi Proses Bisnis hanya lah salah satu dari sekian banyak metodologi yang banyak digunakan perusahaan-perusahaan dewasa ini. Pengotomasian proses bisnis yang terkadang dijalankan berulang-ulang akan membuat kinerja perusahaan lebih efisien. Pemilihan proses bisnis yang akan diotomasikan haruslah tepat dan para penggunanya harus dilatih agar manajemen proses bisnis dapat menghasilkan hasil yang maksimal. Kesuksesan dari perubahan akan ditandai dengan kemajuan dan berkembangnya perusahaan disertai dengan efisiensi pekerjaan dimana proses sudah diotomasikan.

Case Study: Caterpillar Inc.
Caterpillar Inc., pemimpin dunia dalam perlengkapan pertambangan dan konstruksi, adalah contoh yang baik bagaimana integrasi web dapat menunjang keberhasilan usaha. Caterpillar merampingkan rantai suplainya untuk mempercepat layanan ke-220 penyalurnya di 2.700 lokasi di seluruh penjuru dunia.

Solusi yang sedang diterapkan ini terintegrasi dengan sistem para dealer perusahaan tersebut, yang mengotomatisasikan proses penjualan dan manajemen sewa, penagihan, inventarisasi, dan pelacakan pelanggan, serta memberikan fleksibilitas untuk memudahkan sambungan ke aplikasi-aplikasi yang mendukung lini bisnis baru. Sistem percobaan ini terbukti mampu mengurangi rentang waktu pemrosesan pesanan dan pengirimannya hingga 90 hari. Sistem ini juga membuka jalan bagi Caterpillar untuk membentuk kemitraan-kemitraan baru yang dapat membuahkan pertumbuhan di masa datang.

Pengukuran Nilai Bisnis Terhadap Investasi Teknologi Informasi

Pengukuran nilai bisnis terhadap investasi teknologi informasi di dalam suatu perusahaan tidaklah mudah, karena manfaat TI tidak hanya bersifat tangible, tetapi juga intangible. Proyek teknologi informasi yang beragam cenderung sulit diukur kinerja secara fisik. Di sisi lain, manajemen perusahaan menginginkan adanya evaluasi periodik untuk mengetahui keberhasilan proyek teknologi informasi tersebut.

Untuk mengatasi kesulitan dalam pengukuran itu, maka perlu dilakukan konversi komponen dalam proyek menjadi sumber daya yang digunakan. Salah satu sumber daya yang dapat mengkonversi adalah uang. Keberhasilan dari proyek tentunya menjadi keberhasilan dalam organisasi perusahaan tersebut. Oleh karena itu, pengukuran nilai teknologi informasi yang dikonversi dalam bentuk uang menjadikan alternatif pengukuran dan penilaian kinerja organisasi sehingga manajemen perusahaan dapat mengetahui apakah proyek teknologi informasi tersebut sudah tepat guna dan tepat waktu.

5 teknik yang diajukan dalam mendukung proses evaluasi investasi TI adalah analisa biaya – manfaat tradisional, pertalian nilai atau value chain, akselerasi nilai, restrukturisasi nilai dan evaluasi inovasi. Kelimanya memiliki kelebihan dan kekurangan, akan tetapi pemanfaatannya akan maksimal apabila bisa saling mendukung satu sama lain dalam menentukan suatu nilai dari investasi TI yang telah dikeluarkan.

PROFIL: Sepuluh Hal Menarik Tentang Boaz Salossa - Goal.com

PROFIL: Sepuluh Hal Menarik Tentang Boaz Salossa - Goal.com

Ancelotti's Most Famous Formations

1. 4–4–2 diamond or 4–1–2–1–2



The 4–4–2 diamond (also described as 4–1–2–1–2) staggers the midfield. The width in the team has to come from the full-backs pushing forward. The defensive midfielder is sometimes used as a deep lying playmaker. Its most famous example was Carlo Ancelotti's Milan, which won the 2003 UEFA Champions League Final and made Milan runners-up in 2005. Milan was obliged to adopt this formation so as to field talented central midfielder Andrea Pirlo, in a period when the position of offensive midfielder was occupied by Rui Costa and later Kaká. This tactic was gradually abandoned by Milan after Andriy Shevchenko's departure in 2006, progressively adopting a "Christmas Tree" formation.


2. 4–3–2–1 (the "Christmas Tree" formation)



The 4–3–2–1, commonly described as the "Christmas Tree" formation, has another forward brought on for a midfielder to play "in the hole," so leaving two forwards slightly behind the most forward striker. Terry Venables first brought in this system throughout England's UEFA Euro 1996 campaign.

Glenn Hoddle then used this formation during his time in charge of the England national football team. Since then the formation has lost its popularity in England[citation needed]. It is however most known for being the formation Carlo Ancelotti utilized on and off during his time as a coach of Milan.
In this approach, the middle of the three central midfielders act as a playmaker while one of the attacking midfielders plays in a free role.

The "Christmas Tree" formation is considered a relatively narrow formation and depends on full-backs to provide presence in wide areas. The formation is also relatively fluid. During open play, one of the side central midfielders may drift to the flank to add additional presence.

Source: www.wikipedia.org

Sulitnya Berbagi Pengetahuan di dalam Perusahaan

Banyak pihak yang merasa berbagi pengetahuan adalah salah satu hal yang menjadi faktor utama dalam kemajuan karyawan, organisasi dan perusahaan. Anggap saja seorang karyawan akan menjadi tertinggal karena minimnya share pengetahuan dari karyawan lain. Akan tetapi terdapat beberapa kendala dalam menerapkan sharing knowledge sebagai bagian dari knowledge management. Kendala untuk saling berbagi disebabkan beberapa faktor, antara lain:

1. Tools atau alat yang digunakan untuk saling berbagai pengetahun masih sangat sulit ditemukan dan belum semua orang bisa menggunakan.
2. Sebagian orang menggangap bahwa untuk mendapatkan suatu ilmu pengetahuan memakan banyak biaya dan resources
3. Belum adanya pihak yang fokus dalam mengelola pengetahuan itu sendiri menjadi faktor penghambat berbagi pengetahuan.
4. Kultur organisasi yang belum mengerti tentang pentingnya berbagi pengetahun juga sangat menghambat.
5. Adanya kompetisi dalam suatu komunitasi memungkinkan penghambatan terhadap berbagi pengetahuan.
6. Adanya rasa ketidakpercayaan di dalam diri karyawan dalam berbagi pengetahuan terhadap sesame karyawan.
7. Adanya perasaan diri sudah dalam comfort zone sehingga tidak perlu lagi belajar bahkan cenderung untuk menyimpan pengetahuan yang dimiliki agar tidak mengganggu posisinya.

Dari ketujuh hal di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kesulitan dalam berbagi pengetahuan adalah dikarenakan adanya paradigma yang salah mengenai learning and sharing dalam penerapan knowledge management. Perusahaan disarankan untuk mulai merubah paradigma karyawan bahwa pengetahuan bisa didapatkan dengan mudah, biaya rendah dan hemat resources melaui penerapan knowledge management. Selain itu organisasi perusahaan perlu merubah kulturnya agar mendukung penerapan knowledge management dengan menanamkan pentingnya berbagi pengetahuan dan meruntuhkan kompetisi antar unit yang menghambat penerapan knowledge management. Tindakan-tindakan ini diiringi dengan memberikan fasilitas yang baik kepada karyawan sebagai para pengguna dan menunjuk suatu institusi internal yang memfokuskan diri dalam pengelolaan pengetahuan tersebut.

Dampak dan Tantangan Penerapan KM Terhadap Organisasi dan Sosial

Penerapan knowledge management menjadi salah satu alat bagi perusahaan dalam mendorong kemajuan bisnis di dalam industrinya. Pengetahuan yang terlahir dari proses bisnis sehari-hari baik dari luar maupun dalam organisasi perusahaan menjadi elemen yang mutlak ada di dalamnya. Karyawan sebagai pemain utama diharapkan untuk tetap fleksibel terhadap pengetahuan yang dimiliki dan telah diterapkan. Selain itu juga karyawan perlu lebih membuka diri dan merubuhkan pagar-pagar yang mengelilinginya sehingga membentuk suatu organisasi yang terbuka akan pendapat dan masukan.

Dampak penerapan knowledge management dirasakan baik oleh karyawan secara individu maupun organisasi. Dengan menerapkan prinsip sharing dan learning di dalam knowledge management maka akan terasa kedekatan sosial di dalam organisasi. Karyawan akan terbiasa untuk saling berbagi pengetahuan dalam berbagai hal baik yang berhubungan maupun di luar dari pekerjaan. Secara sosial organisasi penerapan knowledge management juga membuat organisasi untuk lebih terbuka terhadap banyak hal selama ada manfaatnya bagi kemajuan perusahaan maupun individu. Dengan penerapan knowledge management yang baik akan meningkatkan jiwa sukarela atau voluntary karena berbagi pengetahuan bukan lah suatu kewajiban maupun paksaan karena perintah atasan. Berbagi pengetahuan akan baik apabila dilakukan dengan kesadaran dari tiap individu. Oleh karena itu langkah pertama yang diambil adalah merubah paradigma di dalam organisasi mengenai pentingnya berbagi pengetahuan dan penggunaan knowledge management bagi dirinya dan organisasi.

Dengan adanya penerapan knowledge management, organisasi akan memiliki kesatuan visi yang tajam. Berbagi pengetahuan akan didasari oleh visi yang saling membangun satu sama lain demi memajukan pribadi, organisasi maupun perusahaan tersebut di dalam bisnisnya. Di sisi lain, penggunaan knowledge management juga membentuk karyawan, organisasi dan perusahaan untuk menjadi creator yang terus menciptakan ide-ide inovatif yang baru dan orisinil. Hal ini didukung oleh perubahaan knowledge yang menjadi knowledgeable knowledge sehingga dapat digunakan untuk mencari ide-ide baru. Dampak dari penerapan knowledge management terhadap organisasi juga dapat terlihat dari interkoneksi antar elemen organisasi di dalam maupun ke luar. Hal ini merupakan hasil dari kesinambungan dari pengetahuan yang diperoleh baik dari dalam maupun luar yang dikelola dengan baik sehingga dapat dipelajari dan diterapkan oleh tiap elemen tersebut. Saling berhubungan dan membutuhkan menjadi ciri khas dari hal ini. Yang terakhir adalah dengan penerapan knowledge management maka organisasi akan membentuk knowledge workers atau pekerja-pekerja pengetahuan yang bekerja dengan, dari dan untuk pengetahuan yang dimiliki bagi kemajuan diri, organisasi dan perusahaan. Para karyawan akan terus memelihara intelektualnya dari proses learning and sharing ini. Kesemuanya ini menjadi keuntungan yang bernilai tinggi bagi perusahaan dan pengetahuan yang dimiliki akan terus berkembang menuju wisdom. Untuk mewujudkannya maka knowledge managemen harus dilaksanakan dengan baik dan didukung oleh suatu system secara korporasi yang tertata sesuai dengan kebutuhan dan keinginan seluruh elemen organisasi perusahaan.

Dalam menerapkan knowledge management perusahaan akan menemukan tantangan dimana adanya penolakan akan perubahan yang terjadi akibat penggunaan knowledge management. Selain itu kesulitan untuk menggerakan karyawan yang sudah berada dalam comfort zone akan menjadi kendala. Sering kali terjadi di dalam perusahaan, karyawan enggan menggunakan knowledge management karena merasa tidak ada untungnya baginya atau merasa tidak akan membawa dampak apa-apa bagi dirinya. Tantangan terakhir adalah adanya rasa kurang percaya antar karyawan yang terkadang diawali oleh kerasnya kompetisi antar unit. Ketiga hal ini perlu terus diperhatikan dan diperbaiki oleh perusahaan melalui pembinaan yang tepat bagi tiap individu agar nilai-nilai tinggi yang diharapkan dari penerapan knowledge management dapat tetap mengalir dan tumbuh di dalam organisasi dan sosial perusahaan. Masih banyak lagi tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan dalam penerapan knowledge management. Kesiapan perusahaan juga menjadi tantangan tersendiri dalam menanggapi segala macam kemungkinan yang dapat menghambat penerapan knowledge management.

Dapat disimpulkan bahwa, learning and sharing sebagai kunci dari knowledge management yang ditanamkan dan dibina sejak awal dan dari hal yang terkecil serta didukung dengan teknologi yang tepat akan memberikan dan menumbuhkan nilai-nilai yang tinggi bagi perusahaan di dalam organisasi maupun di dalam sosial perusahaan.

Who is Laurence Prusak?

Laurence Prusak, often noted as the father of knowledge management, began by stating that knowledge is profoundly social and embedded in practices, cultures, and networks rather than individuals. He also stated that knowledge is dependent on trust. He acknowledged that technology is useful, but it is not a panacea. Without social and other elements, technology is only wires and plastic. (Source: http://info.worldbank.org/etools/Bspan/PresentationView.asp?PID=630&EID=311)

Larry Prusak is a researcher and consultant and was the founder and director of the Institute for Knowledge Management. This was a global consortium of member organizations engaged in advancing the practice of knowledge management through action research.

Larry has been studying knowledge and learning in organizations for the past two decades. He has extensive experience, both within the U.S. and internationally, in helping organizations manage their information and knowledge resources. He has worked with several U.S. and overseas government agencies and NGO's, as well as having taught and lectured in many universities. In addition he has been widely quoted, has published several innovative and influential books, and has given over 200 major speeches.

WORK EXPERIENCES

  • Visiting Scholar, Marshall School of Business, University of Southern California, 2010-present
  • Visiting Professor, Copenhagen Business School, 2009-2010
  • Senior advisor to the World Bank on knowledge and learning, 2008-present
  • Distinguished Scholar in Residence, Babson College. Co-Director, Working Knowledge Research Program, Babson College, 2004-2008
  • Senior advisor on knowledge issues, NASA (U.S. National Aeronautics and Space Agency), 2005-present
  • Senior advisor to McKinsey and Co., 2002-2006
  • Founder and Executive Director, Institute of Knowledge Management, IBM Corp., 1996-202
  • Founder and Principal, Center for Business Innovation, Ernst and Young, 1990-1996
  • Principal, Mercer Management Consulting 1980-1990
  • Taught social and economic history and the history of ideas in several universities in the New York City area, 1972-1978


TEACHING EXPERIENCES

  • Working Knowledge Research program, Babson College. 2004-2009
  • Creating the 21st Century Organization, Harvard University Business School, Executive Education Program, 2004-2007
  • First Trust Bank Chair of Innovation, Queen's University, Belfast, Northern Ireland. 2005
  • Visiting Scholar, Victoria University, Wellington, New Zealand. 2004,2006
  • Visiting Scholar, Tel Aviv University, Tel Aviv, Israel, 2005
  • Fellow, Jones Center, Wharton Business School, University of Pennsylvania 2003-2005
  • Guest lectured in the following universities:
    • Massachusetts Institute of Technology, Stanford University, University of Southern
    • California, New York University, National University of Taiwan, University of Melbourne,
    • Warwick University, Luiss Business School(Rome), Copenhagen Business School,
    • Stockholm School of Economics, Korean National University, NUI Galway, Ireland,
    • Kennedy School of Government, Harvard University and Emirates Center for Strategic Studies.


PUBLICATIONS
Books:
Managing Information Strategically(with James McGee) John Wiley, 1994
Information Ecology(with Tom Davenport) Oxford University Press, 1997
Working Knowledge(with Tom Davenport) Harvard University Business School Press, 1998 Paperback edition 2001
In Good Company(with Donald Cohen) Harvard University Business School Press, 2002
What's The Big Idea(with Tom Davenport) Harvard Business School Press, 2004
Creating Value with Knowledge(edited with Eric Lesser) Oxford University Press, 2003
Knowledge Management and Organizational Learning(edited with Eric Matson Oxford University Press, 2006
Judgment Days (with Tom Davenport and Brook Manville) to be published by Harvard Business Press in 2011

Book Chapters:
"My Life as a Storyteller" in: Storytelling in Organizations, edited by Steven Denning, Elsevier, 1999
"People who Make Organizations Go or Stop" in: Networks in the Knowledge Economy, Oxford University Press edited by Rob Cross, et. al., 2002
"Political Economy of Knowledge Markets"(with Rob Cross) in: Handbook of Organizational Learning and Knowledge Management edited by Marjorie Lyles et. al. Blackwell Publishers 2003
"Knowledge Management in Consulting Firms"(with Tom Davenport) in: The Contemporary Consultant ed. by Flemming Poulfelt et al.
"Knowledge in Organizational Settings"(with Leigh Weiss) in: Knowledge Creation and Management ed. by I. Nonaka Oxford University Press, 2007
"Seeing Knowledge Plain:How to make Knowledge Visible"(with Leigh Weiss), in: New Frontiers of Knowledge Management edited by K. De Souza, Palgrave Macmillan

Major Articles:
"Blow Up the Corporate Library"(with Tom Davenport), International Journal of Information Management, 1995
"Information Politics"(with Tom Davenport), Sloan Management Review, 1996
"The Eleven Sins of Knowledge Management", California Management Review, 1998
'Where Did Knowledge Management Come From", IBM Systems Journal, 2002
"How to Invest in Social capital"(with Don Cohen), Harvard Business Review, 2002
"People Who Make Organizations Go-and Stop"(with Rob Cross), Harvard Business Review, 2003
"Preserving Knowledge in an Uncertain World" (with Eric Lesser), Sloan Management Review, 2003
"Who's Bringing You Your Hot Ideas"(with Tom Davenport), Harvard Business Review, 2003
"The Performance Variability Dilemma"(with Eric Matson), Sloan Management Review, 2003
"The Madness of Individuals"Harvard Business Review, 2004
"Learning from Internet Giants"(with Leigh Weiss, et al) Sloan Management review, 2005
"The World is Round", Harvard Business Review, 2006
"The Costs of Knowledge", Harvard Business Review, 2006"
"Knowledge Networks in the Age of the Semantic Web", Briefings in Bio-informatics, 2007
"Knowledge Heuristics", Techno-innovation, 2008
"Organizational Governance of Knowledge and Learning"(with Bruce Strong, et al), Knowledge and Process Management, 2008
"Boosting the Productivity of Knowledge Workers" (with Eric Matson) McKinsey Quarterly November 2010

HONORS

  • H.W. Wilson award for Best Article in Information Science, 1999
  • Voted one of ten most admired leaders Knowledge Leaders in the World, Telos, 2000
  • Lewin Spirit Award from Organizational Science, 2000
  • Simmons College Distinguished Alumni Award, 2001
  • McKinsey Award Judge, Harvard Business Review, 2003
  • In Good Company voted one of ten best business books of the year by Harvard Business Review, 2003
  • Honorary Ph.D. in Information Science from Long Island University, 2003


EDUCATION

  • B.A. History, Long Island University
  • M.A. History, New York University
  • All course work and examinations completed for PhD in Economic History, New York University
  • M.S. Information Science, Simmons College
  • Honorary Ph.D, Long Island University

Thursday, October 14, 2010

Organizational Value


Keberhasilan seseorang atau suatu perusahaan terkadang diawali dengan suatu nilai yang sudah ditanamkan sejak masih kecil. Kejujuran yang ditanamkan orang tua pada anak kelak dibawa sang anak ketika bekerja nantinya. Kejujuran ini yang mungkin akan menyelamatkan dirinya ketika budaya korupsi sudah menjadi kebiasaan di sekitarnya dan membawanya menjadi seorang pemimpin perusahaan. Sebagai pemimpin perusahaan, ia akan menanamkan nilai kejujuran kepada seluruh karyawannya sehingga para karyawan akan bekerja dengan menjunjung tinggi nilai kejujuran. Hal ini yang kelak menjadi kan perusahaan ini bersih dan tidak dikejar-kejar aparat hukum karena masalah penipuan. Inilah bagaimana terkadang nilai itu mengalir pada suatu individu atau pun pada perusahaan.

Pada teorinya, nilai-nilai merupakan suatu tuntunan atau pedoman yang mendasari bagaimana seseorang atau suatu organisasi berpikir, mengambil keputusan, bersikap dan bertindak. Sedangkan nilai–nilai organisasi adalah apa yang secara aktual memang menjadi praktek dari suatu organisasi. Apa yang disajikan, diyakini, dipercaya, dilakukan dan dipraktekan oleh para karyawan di dalam organisasi ini merupakaan nilai-nilai yang nyata atau riil. Sebagai contohnya kedisiplinan para pegawai dalam lingkungan kerja akan memberikan dampak positif pada kinerja perusahaan secara keseluruhan, apalagi didukung dengan jajaran pimpinan yang sangat mengutamakan kedisiplinan. Dengan kedisiplinan yang tinggi maka masalah keterlambatan untuk datang pada sebuah meeting, kelalaian dalam melaporkan pajak atau kebiasaan untuk tidak mengantri akan bisa diminimalisasi. Nilai-nilai akan membudaya pada diri pimpinan, karyawan dan perusahaan secara keseluruhan.

Jika suatu organisasi berniat untuk melakukan perubahan menuju efisiensi dan efektifitas serta membangun kemampuan fleksibilitas yang tinggi maka mau tidak mau organisasi tersebut secara mendasar perlu menyesuaikan nilai-nilai organisasi lamanya dengan nilai-nilai baru yang cocok dengan kebutuhannya dalam merubah menjadi fleksibel, inovatif dan efisien. Perubahan nilai-nilai organisasi bisa dilakukan melalui dua jalur dan kedua-duanya harus ditempuh secara bersamaan karena jika tidak maka perubahan nilai-nilai akan mengalami kepincangan dalam prakteknya. Jalur pertama adalah melalui keteladanan nilai-nilai oleh jajaran pemimpinnya. Jalur kedua adalah melalui penciptaan sistem organisasi dan teknologi yang akan mengarahkan orang mau tidak mau mengikuti penyesuaian perubahan ke nilai-nilai yang baru.

Para pemimpin sudah seharusnya menjadi teladan bagi para karyawannya. Para pemimpin yang mampu menjadi teladan yang baik bagi para karyawan pasti akan dapat meraih respek dan simpati yang baik dari para karyawan. Hal ini akan membangkitkan para karyawan untuk menjadi seperti bahkan melebihi para pimpinannya. Selain itu nilai-nilai yang baik yang ditunjukkan oleh para pimpinan akan membawa arus positif ke dalam setiap keputusan yang dipilih, kebijaksanaan yang dibuat dan peraturan yang diterapkan. Keseimbangan antara para pemimpin dan karyawan akan tercipta dan sinergi antar jajaran akan terlihat dengan jelas.

Dalam upaya untuk menanamkan nilai-nilai ini perusahaan harus membuat sistem penilaian kinerja yang bisa mengukur sejauh mana para pimpinan sudah menerapkan nilai-nilai tersebut dalam sikap, tindakan dan perilaku mereka terhadap karyawannya. Di lain sisi jika penilaian kinerja karyawan sangat menekankan pada prestasi individu tanpa ada bintang yang diberikan untuk prestasi karena adanya kerjasama atau prestasi kolektif maka yang akan timbul adalah budaya kerjaan-kerajaan kecil. Untuk mengkaji kedua isu di atas maka sistem yang mampu mengkolaborasikan unsur dari atas sampai ke bawah dan dari bawah ke atas akan sangat baik untuk diterapkan. Bagaimana dapat menilai seorang pemimpin sekaligus melihat relasi dirinya terhadap kelompok kerjanya, begitu pula dengan seorang karyawan dinilai perkembangan dirinya sekaligus melihat bagaimana posisinya di dalam kelompok kerjanya. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam menerapkan suatu sistem yang menilai kinerja individu baik pemimpin atau pun karyawan dengan kelompok kerja maupun perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh pemimpin yang bisa berpikir "out of the box" akan dilihat kinerjanya dan dampaknya pada karyawan di bawahnya. Indikasi yang bisa dilihat adalah apabila para karyawannya dapat menghasilkan ide yang inovatif dan sangat berguna bagi perusahaan. Sedangkan karyawan yang memiliki jiwa seni dapat dilihat apabila nilai seni yang dimilikinya dapat membuka mata teman-teman dan pimpinannya untuk melihat suatu produk dari sisi yang berbeda. Penilaian ini tidak lah mudah, karena setiap orang akan memiliki cara dan respon yang berbeda sehingga perlu ditimbang matang-matang dalam menciptakan sistem pengukuran bagi suatu perusahaan.

Wednesday, October 13, 2010

Apa Pengertian Knowledge Management?

Knowledge management atau manajemen pengetahuan adalah topik yang menarik untuk dibicarakan saat ini. Tapi banyak yang belum mengerti secara jelas apa pengertian dasarnya. Berikut ini beberapa pengertian dasar dari knowledge management atau manajemen pengetahuan:

Davenport
Manajemen pengetahuan adalah proses menterjemahkan pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/pikiran seseorang menjadi informasi yang dapat digunakan setiap orang.

Gupta
A process that helps organizations find, select, disseminate, and transfer important information and expertise necessary for activities such as problem solving, dynamic learning, strategic planning and decision making.

Bhatt
A process of knowledge creation, validation, presentation, distribution, and application.

worldIQ
Knowledge management is associated with the processes for the creation, dissemination, testing, integration, and utilization of knowledge within organizations.

Jarvenspaa dan Maki
Creation of new knowledge, knowledge sharing and diffusion, and tools and methods to promote them.

Wikipedia
Manajemen pengetahuan (Bahasa Inggris: knowledge management) adalah suatu rangkaian kegiatan yang digunakan oleh organisasi atau perusahaan untuk mengidentifikasi, menciptakan, menjelaskan, dan mendistribusikan pengetahuan untuk digunakan kembali, diketahui, dan dipelajari di dalam organisasi. Kegiatan ini biasanya terkait dengan objektif organisasi dan ditujukan untuk mencapai suatu hasil tertentu seperti pengetahuan bersama, peningkatan kinerja, keunggulan kompetitif, atau tingkat inovasi yang lebih tinggi.
Transfer pengetahuan (salah satu aspek dari manajemen pengetahuan) dalam berbagai bentuk, telah sejak lama dilakukan. Contohnya adalah melalui diskusi sepadan dalam kerja, magang, perpustakaan perusahaan, pelatihan profesional, dan program mentoring. Walaupun demikian sejak akhir abad ke-20, teknologi tambahan telah diterapkan untuk melakukan tugas ini, seperti basis pengetahuan, sistem pakar, dan repositori pengetahuan.

Kesimpulannya? Submit your comment :)

My Best XI (At least for now)!

GK: P. Schmeichel
DR: Cafu
DL: P. Maldini
DC: A. Nesta
DC: J. Stam
DM: R. Keane
MC: Z. Zidane
MR: D. Beckham
ML: R. Giggs
S: A. Shearer
S: Ronaldo

I watched them, so I can argue about my decision :)

What They Say About "Knowledge"?

When you know a thing, to hold that you know it; and when you do not know a thing, to allow that you do not know it - this is knowledge. Confucius

Knowledge is of two kinds. We know a subject ourselves, or we know where we can find information on it. Samuel Johnson

Knowledge must come through action; you can have no test which is not fanciful, save by trial. Sophocles

Knowing is not enough; we must apply. Willing is not enough; we must do. Johann Wolfgang von Goethe

Information is not knowledge. Albert Einstein

Knowledge is a process of piling up facts; wisdom lies in their simplification. Martin H. Fischer

Knowledge is the food of the soul. Plato


There are many other quotes about "Knowledge". Now, can u say something about "Knowledge"?